Jarum jam dinding masih berputar, dan waktu telah menunjukkan pukul setengah enam petang. Sambil menunggu adzan Maghrib berkumandang, maka kusempatkan diri untuk sekadar merapikan. Merapikan beberapa pakaian yang baru saja kering setelah kucuci dan kujemur tadi siang. Satu demi satu pakaian kurapikan dengan hanya kulipat saja, tanpa menyetrikanya, karena di perantauan aku lupa membawanya (hehehe...). Alhasil, ya hanya begitu saja, melipat dan menyusun berdasarkan jenisnya sebelum akhirnya kumasukan ke dalam lemari yang jadi tempatnya.
Lipatan demi lipatan kukerjakan, ingin rasanya cepat kuselesaikan, dan berganti dengan kewajiban lain yang menunggu untuk segera dituntaskan. Namun, pada saat aku melipat sebuah kaos celana dalam, keinginan untuk segera menyelesaikan itu tertahan. Tertahan karena baru kusadari ada robek kecil di bagian belakang kaos dalam itu. Entah robek ini sudah ada sedari kemarin atau baru saja muncul setelah kucuci tadi. Entah robek ini ada akibat usia kainnya yang telah lama (momot kalau orang Jawa bilang) atau akibat kecerobohanku sewaktu mencucinya. Aku terdiam sejenak sambil memperhatikannya cukup lama. Hal itu seketika membuatku menghela nafas dan berkata, “Ah, mungkin ini sudah waktunya untuk membeli kaos dalam baru.”
Namun, setelah aku mengatakan kalimat itu, justru aku jadi teringat pada persitiwa beberapa hari yang lalu di rumah. Waktu aku berada di rumah, aku sedang memperhatikan Ibu yang tengah merapikan beberapa pakaian milik bapak dan masku. Ketika ibu tengah merapikan pakaian-pakaian milik mereka berdua, tiba-tiba Ibu berkata, “Oalah...anak sama bapak kok sama, kaos dalam sudah robek kayak gini masih dipakai.”
Begitulah yang Ibu katakan sambil menunjukan dua kaos dalam yang robek di bagian belakangnya. Letak robekan itu hampir sama dengan kaos dalam milikku tadi. Entah mengapa, kaos dalam kami robeknya sama-sama di bagian belakang, apa ini karena punggung kami yang sama-sama tajam (hahaha...).
Meskipun robeknya sama di bagian belakang, robeknya kaos dalamku setidaknya lebih ringan jika dibandingkan dengan robeknya kaos dalam milik bapak dan masku. Robek di kaos dalam mereka berdua jauh lebih besar dan lebih banyak, lebih parah dan tak mungkin untuk diperbaiki atau dijahit lagi.
Ucapan Ibu yang demikian itu pun mengundang gelak tawaku, dan seketika kubalas kalimatnya tadi dengan berkata, “Mungkin ini sejatinya yang namanya buah jatuh tak jauh dari pohonnya, Bu, hahaha...”
Mendengar kalimatku itu, Ibu pun ikut tertawa. 😁
Sampai di situ, kembali pada diriku yang masih memandangi kaos dalamku yang sedikit robek itu. Aku memandanginya sambil tersenyum, tersenyum karena teringat akan ceritaku tadi bersama Ibu. Dari cerita itu, justru membuatku ragu, ya, ragu untuk membeli kaos dalam baru. Di samping itu, aku teringat bahwa awal bulan baru saja berlalu, sekarang telah memasuki pertengahan. Masih banyak kebutuhan lain yang harus lebih diutamakan. Di kota rantau, harus pintar-pintar mengatur pengeluaran, itu pesan yang dulu bapak sampaikan sebelum aku jauh dari kampung halaman.
Teringat akan hal itu, aku jadi berkeinginan untuk tetap mempertahankan kaos dalam ini. Meskipun ada robeknya sedikit, mungkin masih bisa kujahit. Kujahit dan lalu dapat kukenakan lagi. Jika tak bisa, tenang, masih ada beberapa kaos lain yang siap kugunakan. 😄
Apa kau tak merasa malu?
Untuk apa merasa malu, toh mengenakannya kan di dalam, so tak akan membuat orang lain tergangu ketika memandang, iya kan?
Lalu rencana untuk membeli baru?
Bersabar dulu dan tenang, tunggu hingga awal bulan datang, hehehe... 😂
(Sumber Gambar: Dokumen Pribadi) |
Pake foto segala buat bukti wkwk
BalasHapusehmmm ... pengalaman yg menyedihkan :)
BalasHapus@An Cahyanik biar gak dibilang hoax, wkwkwkw
BalasHapus@Ahmad nelangsa iki mas, hahaha
BalasHapus