NgeShare - Heran


Malam minggu merupakan malam yang cocok untuk menikmati waktu luang. Bisa untuk sekadar nongkrong sama kawan, pacaran bagi yang memiliki pasangan, nyepi di kamar nonton TV atau film bagi yang jombloan, atau tidur lebih awal biar besok pagi bisa ikut CFD-an. Seperti itu kiranya beberapa aktivitas yang dapat dilakukan ketika malam minggu telah datang. Kebetulan, malam minggu kemarin, saya sedang sendirian di kosan. Ya, sendirian, karena beberapa teman kos ada yang lagi pulang ke kampung halaman dan yang lainnya lagi dolan (main). Merasa gabut, merasa cukup kesepian, mau main keluar tapi mager yang saya rasakan, alhasil nonton TV saja yang saya lakukan.

Mumpung waktu itu masih jam 7 malam, nyari channel NET TV buat nonton ceramah dan kuisnya Cak Lontong adalah pilihan tepat untuk mengusir kepenatan. Meski sempet dibikin pusing karena memikirkan pertanyaannya, tapi pada akhirnya bikin ketawa juga setelah mengetahui jawabannya, saya merasa asyique menyaksikkannya. Tapi, di tengah-tengah ke-asyique-kan itu, mak blegenduk, tiba-tiba ada yang menepuk pundak saya dari belakang sambil bertanya dalam bahasa Jawa yang logatnya begitu kental, “Kok dewean, lha sing liane neng ndi?”

Tepukan yang mengarah ke pundak saya itu cukup keras dan otomatis membuat saya kaget bukan kepalang, bahkan waktu itu saya hampir mengangkat kedua tangan ke arah kamera (kalau ada).

Setelah mendapati perasaan kaget itu, saya mencoba untuk menenangkan diri sambil mencoba menengok ke arah belakang untuk melihat siapa yang telah menepuk pundak saya tadi. Awalnya cukup merasa ngeri kalau-kalau itu sesosok misteri, tapi (hash) ternyata itu adalah mas kos saya sendiri. Ia berperawakan besar dan tinggi. Untuk ukuran seseorang sepertinya, rasanya aneh bila saya tak mendengarkan langkah kakinya. Ya, mungkin saya tak mendengar langkah kakinya karena terlalu asyique memahami kata-kata mutiara dari Cak Lontong yang sering kali sulit untuk dicerna.

Waktu itu ternyata mas kos saya, baru saja pulang njagong dari acara nikahan teman kerjanya. Ya, pulang dari acara nikahan, tentunya kepulangannya waktu itu tidak dengan tangan hampa. Di kedua tangannya, masing-masing menyangking (membawa) tas kertas kecil yang sepertinya adalah asul-asul atau bingkisan dari acara nikahan. Setelah mendengar jawaban saya atas pertanyaan yang ia ajukan tadi, ia kemudian memberikan salah satu bingkisan yang dibawanya itu kepada saya sambil berkata, “Ki tak kek’i asul-asul ko nikahane konco kerjoku.”

Tanpa berpikir panjang, saya pun dengan sigap menerimanya sambil mengucapkan terima kasih kepadanya. Ya, menerimanya, karena itu rezeki, kan nggak baik kalau nolak rezeki (hehehe…). Setelah menerima bingkisan tersebut, saya langsung membukanya untuk melihat isinya. Ketika telah melihat isinya, yang saya rasakan adalah heran bercampur bahagia. Ya, heran, karena seumur-umur saya hidup, baru kali ini saya menemukan bingkisan nikahan yang isinya ternyata adalah mie instan yang bukan satu jumlahnya melainkan tiga bungkus. Sebelum-sebelumnya saat menerima bingkisan nikahan yang dibawa ibu atau bapak, isinya roti melulu, sungguh mengherankan bagi saya. Namun, kebahagiaan jelas saya rasakan karena mie instan ini nantinya dapat saya manfaatkan saat tanggal tua tiba, maklum anak kosan.

 
Rasa heran bercampur senang saya rasakan sambil berkata dalam hati, “Wah, cocok tenan ki kanggo anak kosan.”

Saya merasa tersanjung sekali kepada yang punya hajat nikahan. Rasa-rasanya ia tahu selera anak kosan, hehehe...
Share:
Sawer


Anda suka dengan tulisan-tulisan di blog ini? Jika iya, maka Anda bisa ikut berdonasi untuk membantu pengembangan blog ini agar tetap hidup dan update. Silakan klik tombol sawer di bawah ini sesuai nilai donasi Anda. Terima kasih.

0 $type={blogger}:

Posting Komentar