NgeShare - Cita-Cita Sederhana

Ilustrasi: live-production.wcms.abc-cdn.net.au.

“Pada waktu kecil, beberapa cita-cita hadir untuk disemogakan. Ketika telah dewasa, beberapa cita-cita harus dilepas dan diikhlaskan”, ujar saya pada diri sendiri dalam hati saat sedang asyik berkontemplasi di rumah almarhum bapak. Ya, kontemplasi, sebuah hal yang akhir-akhir ini sering kali saya jalani ketika sedang sendirian di rumah alm. bapak.

Dari kegiatan kontemplasi ini, sebenarnya ada beberapa hal yang sering saya kontemplasikan di sana. Mulai dari kenangan, karir, cinta, hingga cita-cita. Tapi akhir-akhir ini, saya lebih sering mengkontemplasikan perkara cita-cita. Ya, cita-cita, yang kita ketahui bersama merupakan keinginan yang ingin dilaksanakan.

Sedari kecil, cita-cita hadir dengan sederhana. Lambat laun, cita-cita bertambah dan berubah-ubah. Pastinya di antara kita di sini pada waktu kecilnya pernah merasakannya. Dan mungkin ada di antaranya yang saat ini bisa terwujud. Jika iya, syukurlah. Saya turut senang mendengarnya.

Kembali lagi ke perkara cita-cita yang sedang dan juga sering saya kontemplasikan. Sepeninggal almh. ibu dan juga alm. bapak, ada sebuah cita-cita yang sering saya kontemplasikan. Sebuah cita-cita yang lambat laun mungkin akan saya lepas dan ikhlaskan, seperti halnya mengikhlaskan kepergian almh. Ibu dan alm. bapak. Cita-cita sederhana yang mungkin tak semua orang bisa merasakannya, yaitu menikah dengan ditemani orang tuanya.

Saya jadi teringat kali pertama mencita-citakannya, yaitu ketika melihat pernikahan kakak-kakak saya. Melihat bagaimana persiapannya, dan juga melihat antusias dari ibu dan juga bapak sewaktu akan mengantarkannya. Setiap kali mengkontemplasikan cita-cita ini pun saya juga selalu teringat dengan kata-kata alm. bapak, “Nak, mumpung bapak masih sehat, kalau kamu sudah punya rezeki dan juga calon, segeralah menikah.”

Sayangnya setiap kali mendengar kata-kata itu dan bahkan hingga alm. bapak meninggal, saya belum juga bisa menunaikannya. Barangkali memang belum waktunya, dan mungkin memang karena saya belum siap. Baik secara mental maupun finansial. Meskipun begitu, selama masih ada kesempatan dan bila diberi umur panjang, saya akan tetap berusaha agar bisa menunaikannya. Toh ini juga kan salah satu yang dulu pernah diharapkan oleh alm. bapak kepada saya.

Entah itu kapan waktunya dan berapa lama lagi saya bisa melaksanakannya. Yang pasti sembari menunggu waktunya tiba, ada sebuah hal yang bisa saya lakoni, yaitu “memperbaiki diri”. Saya jadi teringat dulu sewaktu alm. bapak masih ada. Setiap kali saya sedang dekat dengan seorang wanita, saya akan selalu bercerita kepada bapak. Ya meskipun ujung-ujungnya beberapa wanita yang pernah saya ceritakan kepada beliau tak ada satupun yang menjadi jodoh saya. Bukan karena alm. bapak tidak setuju, tentu bukan. Alm. bapak selalu memberi restu pada pilihan saya, asalkan saya bisa bertanggung jawab atas pilihan itu.

Mungkin belum berjodohnya saya dengan salah satu dari beberapa wanita itu dan saat ini masih sendiri ialah karena kekurangan yang ada dalam diri saya. Oleh karena itu, barangkali saya memang masih perlu memperbaiki kekurangan itu agar nantinya bisa bertemu dengannya (jodoh) dalam keadaan yang sama-sama baiknya. 😇
_____

Andai berjodoh dengan manusia, semoga dipertemukan dengan yang baik. Tapi, andai berjodoh dengan kematian, semoga dapat kesudahan yang terbaik.

Surya Adhi

Seorang yang sedang mencari bekal untuk pulang.

Sawer


Anda suka dengan tulisan-tulisan di blog ini? Jika iya, maka Anda bisa ikut berdonasi untuk membantu pengembangan blog ini agar tetap hidup dan update. Silakan klik tombol sawer di bawah ini sesuai nilai donasi Anda. Terima kasih.

2 Komentar

  1. Amiin..🤲. mudah -mudahan segera di pertemukan dengan jodohnya yang terbaik ya mas.... insyaallah kalau niatnya baik akan terwujud.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamin
      iya mbak, bismillah, makasih do'anya 😄

      Hapus
Lebih baru Lebih lama